I.
Pendahuluan
Paham keadilan Tuhan banyak tergantung pada paham
kebebasan manusia dan paham sebaliknya, yaitu kekuasaan mutlak Tuhan.
Menurut paham Mu’tazilah kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan tidak
bersifat mutlak lagi, tetapi sudah terbatas. Keterbatasan itu terjadi oleh
adanya pembatasan yang diciptakannya sendiri, yaitu dengan menciptakan
kebebasan berbuat bagi manusia, hukum alam, norma-norma keadilan dan kewajiban
Tuhan itu sendiri terhadap manusia.
Kita tidak akan tahu apakah benar kehendak tuhan itu dibatasi oleh
hukum yang dibuat-Nya sendiri sebelum kita mengetahui perbuatan-perbuatan
tuhan.
II.
Rumusan Masalah
a. Apakah Tuhan
mempunyai kewajiban terhadap manusia?
b. Apakah Tuhan
wajib berbuat baik dan memberikan yang terbaik kepada manusia?
c. Apakah Tuhan
memberikan beban kepada manusia di luar kemampuan manusia itu sendiri?
d. Haruskah
Tuhan mengirimkan Rasul-rasulNya?
e. Apakah Tuhan
akan menepati janji dan menjalankan ancamanNya?
III.
Pembahasan
A.
Kewajiban Tuhan
terhadap Manusia
Kaum Mu'tazilah adalah kaum yang berpendapat bahwa Tuhan mempunyai
kewajiban terhadap manusia. Kewajiban-kewajiban itu disimpulkan dalam satu
kewajiban, yakni kewaiban berbuat baik dan terbaik. Yang di dalamnya. Menurut
Mu’tazilah kewajiban-kewajiban tersebut mesti dilaksanakan oleh Tuhan, sesuai sunnatullah
jika tidak maka Tuhan akan dianggap zalim, hal itu mustahil bagi Tuhan.[1]
Analisis
Berdasarkan keterangan-keterangan di atas tidak bisa
di bilang “Kewajiban Tuhan”, karena bila Tuhan mempunyai kewajiban berarti Ia
bukanlah Yang Maha Kuasa.
Kemudian untuk sunnatullah, perlu ditegaskan bahwa
Tuhanlah yang membuat diri-Nya terikat pada hukum itu. Dengan kata lain Tuhan
mewajibkan diri-Nya untuk mengatur alam ini sesuai dengan sunnah-Nya,
sebagaimana halnya seorang raja berkewajiban mengatur segalanya sesuai dengan
undang-undang negara itu.[2]
B.
Berbuat Baik dan Terbaik
Al-Shalah wa al-Ashalah atau berbuat baik dan terbaik bagi manusia adalah
faham milik kaum Mu'tazilah. Menurut paham Mu’tazilah, demi untuk keadilan,
maka Tuhan wajib berbuat baik bahkan yang terbaik untuk kepentingan manusia.[3]
Analisis
Hanya pada manusia yang benar-benar beriman
pada-Nyalah, Ia berbuat baik dan memberikan yang terbaik yang sesungguhnya,
seperti memberikan kebahagian dunia dan akhirat. Tetapi bisa juga di dunia
sengsara di akhiratnya diberi kebahagiaan atau sebaliknya, bahkan ada yang di
dunia sengsara di akhirat juga sengsara. Dengan demikian bisa disimpulkan
berbuat baik dan terbaik kepada manusia bukan merupakan kewajiban bagi Tuhan.
Itu merupakan kehendak-Nya saja.
C.
Beban di Luar Kemampuan
Manusia
Bagi kaum Mu’tazilah, paham bahwa Tuhan dapat memberikan kepada manusia
beban yang tidak dapat dipikul oleh mereka, tidak dapat diterima, karena paham
tersebut bertentangan dengan paham yang mereka anut, yaitu paham berbuat baik
dan terbaik, jadi Tuhan tidak akan berbuat adil jika Ia memberi beban yang
terlalu berat kepada manusia.[4]
Muhamad abduh berpendapat bahwa Tuhan tidak akan
membebani manusia dengan kewajiban-kewajiban yang terletak di luar
kemampuannya, karena hal itu sudah menjadi Sunnatullah.[5]
Analisis
Dari penjelasan diatas, bila kita sandingkan dengan
sifat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, tidak mungkinlah Tuhan memberikan
beban di luar kemampuan manusia, karena di dalam al-Qur;an sudah dijelaskan
bahwa Tuhan tidak akan memberikan cobaan yang tidak dapat di atasi oleh umat
itu sendiri.
D. Pengiriman
Rasul
Bagi kaum Mu’tazilah dengan kepercayaan mereka bahwa akal dapat mengetahui
hal-hal tentang alam gaib, pengiriman Rasul tidak begitu penting, sebagaimana
telah dilihat dalam pembahasan-pembahasan tentang wahyu, fungsi wahyu hanya
memperkuat dan menyempurnakan apa-apa yang telah diketahui manusia melalui
akalnya.[6]
Analisis
Rasul merupakan penyampai wahyu/ajaran Tuhan, bila Tuhan tidak mengirim
Rasul bagaimana bisa manusia tahu yang mana perilaku yang benar-benar
dikehendaki Tuhan dan bagaimana manusia bisa mengenal Tuhan. Bila Rasul tidak
dikirim pastilah para manusia akan bertanya-tanya siapakah yang menciptakan
mereka?apakah manusia tiba-tiba muncul tak ada yang menciptakan?
Memang akal bisa diciptakan untuk berpikir, untuk mengetahui banyak hal,
tetap saja apakah akal bisa menjelaskan sesuatu yang manusia saja tidak bisa
melihat, tidak bisa disentuh, belum mengetahuinya. Pemikiran adalah cara kerja
akal dalam memperoleh pengetahuan berdasarkan pengetahuan yang sudah didapat.
Pengetahuan yang sudah didapat, bisa berasal dari proses trial-error dan
seseorang yang memberitahu, seperti Rasul. Apakan pengetahuan tentang Tuhan dan
alam ghaib bisa didapat dengan proses trial-error? Melihat dan menyentuhnya
saja tidak bisa, bagaimana hal demikian bisa terjadi. Dengan demikian
pentingnya peran Rasul sebagai penyampai berita dari Tuhan.
E. janji dan
ancaman
Faham ini merupakan salah satu dari lima dasar kepercayaan kaum Mu’tazilah.
Janji dan ancaman tersebut sangat erat hubungannya dengan dasar kepercayaan
mereka yang kedua, yaitu keadilan. Menurut mereka Tuhan akan bersifat tidak
adil jika Ia tidak menepati janji untuk memberi upah kepada orang yang berbuat
baik, dan jika tidak menjalankan ancaman untuk memberi hukuman kepada orang
yang berbuat jahat. Oleh karena itu, menepati janji dan menjalankan ancaman
adalah wajib bagi Tuhan.[7]
Analisis
Tuhan mempunyai sifat-sifat yang baik, tidak mungkinlah Tuhan mempunyai
sifat dusta dengan tidak menepati janji dan menjalankan ancaman seperti yang
sudah Ia katakan dalam kitab suci.
IV.
Kesimpulan
1. Tuhan tidak
mempunyai kewajiban terhadap manusia, karena bila punya kewajiban Ia bukanlah
Tuhan.
2. Tuhan tidak
mempunyai kewajiban berbuat baik dan memberikan yang terbaik pada manusia, akan
tetapi Tuhan pasti memberikan hal yang terbaik bagi manusia yang beriman
pada-Nya.
3. Tuhan tidak
akan memberikan beban yang tidak bisa di atasi oleh manusia itu sendiri.
4. Pengiriman
Rasul merupakan hal yang sangat penting bagi umat manusia agar tidak tersesat
dalam kehidupan yang di jalani.
5. Tuhan pasti
akan menepati janji yang Ia katakan bagi umat manusia yang menjalankan
perintah-perintah-Nya dengan ikhlas karena-Nya dan juga akan menjalankan
ancaman-Nya untuk manusia yang melanggar perintah-Nya.
DAFTAR PUSTAKA
v Nasution, Harun, Teologi Islam, Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia, 1986
v Nasution, Harun, Muhammad Abduh ban Teologi Rasional Mu’tazilah,
Jakarta: Penerbit
Universitas
Indonesia, 1986
[1]
. Harun Nasution, Teologi Islam, (Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia, 1986), Hal. 128
[2]
. Harun Nasution, Muhammad Abduh dan
Teologi Rasional Mu’tazilah, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia,
1986), Hal. 84
[3]
. Harun Nasution, Teologi Islam, Hal. 129
[4]
. Harun Nasution, Teologi Islam, Hal. 129
[5]
. Harun Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi
Rasional Mu’tazilah, Hal. 86
[6]
. Harun Nasution, Teologi Islam, Hal. 131
[7] .
Harun Nasution, Teologi Islam, Hal. 132
Tidak ada komentar:
Posting Komentar